PONDOK PESANTREN SALAFIYAH SEBAGAI PROVIDER PENDIDIKAN LUAR SEKOLAH (Studi Kasus : Pengelolaan Lembaga Pondok Pesantren Pendidikan dan Perguruan Agama Islam Ketapang Kepanjen Malang) Oleh : Miftah

A B S T R A C T. Islamic boarding school education and collage (PPAI) in Ketapang Kepanjen Malang, as non formal provider stresses on religious in activities. For more than a half of a century, PPAI Ketapang , Kepanjen Malang has retaineds. Salafiyah type for all activities. On the other hand, most of Islamic boarding schools Phenomenon that it continuous developing and the sentries increase in member year after year. This research is aimed to: 1) to know the strategies applied by PPAI in managing and developing Salafiyah systems, 2) to know the reason why the management still retains salafiyah type in PPAI. This research uses qualitative method by collecting data technique. It is done by unstructured interview, open interview and observation . to get accure data, it uses detail interview. Observation is not a participative one. The true data is done by examining credibility’s, transportability’s, conformabilities and reliabilities. Data analysis include: 1) reducing data, 2) presenting data and 3) drawing conclusion.

Kata kunci : pondok pesantren salafiyah, provider pendidikan luar sekolah, pengelolaan


Lembaga pendidikan pesantren memiliki sejarah yang sama tua dengan cikal bakal pendidikan nasional. Keduanya memiliki ciri khas sistem pendidikan dan metode pengajaranya yang berbeda. Bila pendidikan nasional (umum) sejak awal sudah menerapkan metode klasifikasi kelas yang mengadopsi dari Eropa (Belanda), pesantren memulainya dengan tipe salafiyah serta menggunakan metode tradisional.
Pondok pesantren Pendidikan dan Perguruan Agama Islam (PPAI) Ketapang Kepanjen Malang sebagai provider pendidikan luar sekolah yang, menitik beratkan pada kegiatan belajar ilmu-ilmu keagamaan. Selama setengah abad lebih, PPAI Ketapang Kepanjen Malang tetap mempertahankan tipe salafiyah-nya. Sementara banyak pondok pesantren yang telah berubah dari tipe salafiyah menjadi tipe khalafiyah.
Fokus penelitian ini adalah 1) bagaimana strategi pengelola pondok pesantren PPAI Ketapang Kepanjen Malang dalam usaha mempertahankan tipe salafiyah-nya ? dan 2) mengapa tipe salafiyah tetap dipertahankan di pondok pesantren PPAI Ketapang Kepanjen Malang ?
Tujuan Penelitian ini adalah untuk mendiskripsikan strategi-strategi yang dilakukan oleh pengelola pondok pesantren PPAI dalam menyelenggarakan dan mengembangkan sistem salafiyah dan mendiskripsikan alasan-alasan pengelola dalam mempertahankan tipe salafiyah di PPAI Ketapang Kepanjen Malang.
Hasil penelitian ini diharapkan memberikan manfaat yaitu secara teoritis hasil temuan penelitian ini akan mengoreksi atau menguatkan teori andragogi yang ada dan secara praktis, dapat dipergunakan sebagai alternatif untuk mengembangkan di lembaga-lembaga pondok pesantren salafiyah yang lain.

METODE
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang bersifat studi kasus, yaitu untuk memahami dan mendeskripsikan fenomena suatu latar, suatu objek, atau suatu peristiwa tertentu secara rinci dan mendalam (Bogdan dan Biklen, 1998).
Sesuai dengan pendekatan yang digunakan, yaitu kualitatif maka kehadiran peneliti di lapangan adalah sangat penting dan menentukan, oleh karena peneliti bertindak sebagai instrumen utama (kunci) sekaligus sebagai pengumpul data penelitian (Moleong, 1990:121). Peneliti bersikap dengan sangat hati-hati dalam berusaha menggali informasi, sehingga tidak merugikan pengelola Pondok Pesantren PPAI Ketapang Kepanjen Malang.
Penelitian ini dilakukan di Pondok Pesantren PPAI Ketapang Sukoraharjo Kecamatan Kepanjen Kabupaten Malang. Dipilih Pondok Pesantren PPAI Ketapang sebagai tempat penelitian oleh karena Pondok Pesantren PPAI Ketapang mempunyai kelebihan di samping Pondok Pesantren yang lain dalam hal pengelolaan tipe salafiyah.
Prosedur pengumpulan meliputi tiga tahapan pokok, yakni (1) tahap pra lapangan (orientasi) yang dilaksanakan bulan Agustus 2007, (2) tahap kegiatan di lapangan (eksplorasi) dilaksanakan pad bulan Desember 2007, dan (3) tahap analisis data dilaksanakan bulan januari sampai dengan bulan Juni 2008.
Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, angket, dokumen, dan observasi. Pengujian keabsahan data dilakukan dengan empat kreteria, yaitu: (1) derajat kepercayaan (credibility), dilakukan dengan masa observasi yang lama, ketekunan obsevasi, dan triangulasi, (2) keteralihan (transferability), (3) kebergantungan (dependability), dan (4) kepastian (confirmability)

HASIL
A. Pengelolaan Pondok Pesantren PPAI Ketapang Kepanjen Malang.
Pengelolaan Pondok Pesantren PPAI Ketapang Kepanjen Malang dilaksanakan secara terpadu antara pengasuh, ustadz dan ustadzah serta alumni dan santri. Hasil wawancara dan dokumen yang diperoleh dari pengelola diketahui bahwa : 1) jenis pendidikan yang diselenggarakan untuk para santri meliputi pendidikan Madrasah Ibtidaiyah Salafiah, Madrasah Tsanawiyah Salafiyah, Madrasah Aliyah Salafiah, pembinaan kader da’wah dan kegiatan-kegiatan lain yang sifatnya temporer. Sedangkan untuk masyarakat sekitar dilakukan pembelajaran atau pengajian rutin tiap hari Ahad dan kegiatan pengajian khusus bagi masyarakat lanjut usia (lansia), 2) perkembangan bidang sarana fisik, sejak pondok pesantren ini didirikan pada tahun 1949 sarana penerangan masih menggunakan bahan minyak tanah oblek dan tahun 1961 ditingkatkan menjadi listrik dari desel walaupun sistem nyalanya diatur bergiliran guna penghematan bahan bakar yang berkapasitas 5.000 watt, tahun 1984 pondok pesantren mendapatkan bantuan listrik dari Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang dapat menerangi seluruh lingkungan pondok pesantren, perumahan, halaman dan jalan umum, serta tidak memerlukan giliran lagi, 3) pembangunan di bidang pengadaan air, Pada awalnya Pondok Pesantren PPAI Ketapang Kepanjen Malang dalam memenuhi kebutuhan air mengambil langsung dari sungai molek, baik untuk minum, mandi, mencuci, memasak dan lain sebagainya. Tetapi sejak tahun 1971, berkat ide dan bantuan CV. Amnan dan Sons beralih mengambil air bersih dari air yang terletak disebelah timur sungai Brantas dan sungai Molek ditarik dan dinaikkan ke pondok dan perumahan. Pada tahun 1985 pondok pesantren mendapatkan persetujuan penyambungan air minum dari PAM, sehingga kebutuhan air di lingkungan pondok pesantren dapat terpenuhi, bahkan dapat bermanfaat untuk masyarakat sekitar pondok pesantren.” (WW/I-1/15-11-2007), 4) pembangunan di bidang keindahan dan kebersihan, setiap santri diwajibkan membersihkan ruangannya masing-masing dengan jadwal bergilir, serta digalakkan penanaman holtikultura dan pembuatan taman di setiap komplek asrama santri sehingga tercipta lingkungan yang bersih. 6) di bidang keamanan, sejak awal berdiri telah ada undang-undang pondok pesantren yang dibuat langsung oleh KH. Moh. Sa’id selaku pendiri pondok pesantren serta peraturan pondok pesantren yang dibuat oleh pengasuh pondok pesantren saat ini bagi santri yang melanggar akan dikenakan sanksi, 7) di bidang keuangan, Pondok Pesantren PPAI Ketapang Kepanjen Malang dalam memenuhi kebutuhan rutinnya, seperti pembayaran rekening listrik, air dan operasional pondok tidak mempunyai sumber pendapatan yang tetap. Di samping itu pengasuh, dan ustad ustadzah tidak mendapatkan honor, untuk biaya operasional pondok pesantren bersumber dari syahriyah bulanan santri sebesar Rp. 15.000 (lima belas ribu rupiah) dengan rincian : Rp. 10.000,- untuk biaya asrama, air dan listrik, Rp. 1.500,- untuk kesehatan, Rp. 3.500,- untuk SPP madrasah diniyah. Sedangkan biaya pembangunan sarana fisik yang ada di pondok pesantren diperoleh dari sumbangan para wali santri dan para dermawan serta pelaksanaan pembangunan dikerjakan oleh para santri agar tidak memakan biaya atau anggaran yang besar.

b. Upaya mempertahankan salafiah PPAI Ketapang Kabupaten Malang
1) Otoritas kyai dalam kehidupan pondok pesantren.
Kyai Pondok Pesantren Ketapang Kabupaten Malang sangat mendominasi terhadap kehidupan pondok pesantren ini. Dengan segala kemampuan dan potensi yang dimiliki oleh kyai tersebut yang antara lain kekuatan-kekuatan berupa karomah dan barokah, moralitas, pengetahuan keagamaan serta ilmu-ilmu lain yang secara logika kurang dapat dijelaskan dapat mempengaruhi dan mengendalikan kegiatan-kegiatan yang ada di pondok pesantren ini. Sehingga identitas kyai merupakan identitas pondok itu sendiri.
2) Pola rekrutmen ustadz-ustadzah sebagai pengasuh pondok pesantren.
Sebagai langkah lain untuk tetap mempertahankan kemurnian ajaran-ajaran dalam bentuk kesalafiahan dilakukan melalui rekrutmen pengasuh atau pengajar dari kalangan keluarga sendiri. Selain ustadz dan ustadzah atau para pengasuh tersebut dapat membentuk identitas kolektif juga memberikan dasar-dasar untuk sebuah usaha dalam memasyarakatkan dan mempertahankan ajaran yang dilakukan dengan model salafiah.
3) Keterlibatan alumni dalam kegiatan-kegiatan pesantren
Alumni merupakan aset yang cukup berharga untuk ikut terlibat dalam mengembangkan dan mempertahankan tipe salafiyah di pondok pesantren. Hal ini dimanfaatkan oleh pengelola Pondok Pesantren Ketapang Kabupaten Malang untuk mempertahankan tipe salafiyah. Langkah-langkah yang dilakukan antara lain menghadirkan alumni dalam pengajian rutin, istighosah, ikut menjadi pengasuh atau kegiatan lain yang tetap memiliki ikatan emosional antara alumni terhadap sang kyai dan pondok pesantrennya.
4) Kurikulum
Kurikulum yang diterapkan di Pondok Pesantren Ketapang Kabupaten Malang memegang teguh pola tradisional yakni salafiah. Hal ini terlihat materi yang disajikan dalam pembelajarannya antara lain berkisar dalam ilmu keagamaan yakni Nahwu, Fiqh, tafsir, Hadist, Ushul Fiqh, Idzoh, tarekh/Tasyri’, tauhid, Faro’idl, mantiq, Tashowwuf, Balaghoh, Aswaja, Shorof, Khoth, Risalah, Akhlaq, I’anah, Tajwid dan Hisab/’Arudl. Pengetahuan-pengetahuan umum tidak nampak pada sajian materi dari kurikulum di pondok ini. Hal ini juga sebagai upaya untuk tetap melestarikan kesalafiahan pondok.
c. Alasan-alasan Pondok Pesantren PPAI Mempertahankan Salafiyah
1. Ta’at, ta’dzim pada wasiat
Kyai H Moch Said merupakan figur sentral di lingkungan Pondok Pesantren Ketapang Kabupaten Malang. Identitas pondok adalah identitas kyai itu sendiri. Seluruh warga pondok selalu mengikuti tentang apa yang diperintahkan atau disarankan oleh kyai sepuhnya. Mereka selalu mengingat akan petuah dan sekaligus berupaya untuk melaksanakannya. Walaupun situasi dan keadaan sudah berubah dibandingkan dengan masa pendiri pondok namun generasi penerus tetap berupaya untuk melestarikan ajaran-ajaran yang turunkan dari para kyai pendahulu atau pendirinya yang merupakan manifestasi dari sikap kepatuhan dari para pengasuh ataupun pengurus Pondok Pesantren Ketapang Kabupaten Malang.
2. Mempertahankan nilai dan budaya leluhur.
Pengasuh atau para pengurus Pondok Pesantren Katapang Kabupaten Malang menerima warisan dalam bentuk pondok pesantren sekaligus dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh kyai sebelumnya. Mereka berusaha untuk melestarikan pola pembelajaran maupun nilai-nilai yang ada dan dilaksanakan sesuai dengan pesan-pesan yang telah diterima oleh kyainya. Apa yang dilakukan oleh kyai juga merupakan pesan yang tidak tertulis untuk para pengasuh selanjutnya, sehingga jika hal itu ditauladani mereka berkeyakinan akan tetap menerima restu yang pada gilirannya akan mendapatkan berkah atas ijin Allah.

PEMBAHASAN
a. Upaya mempertahankan salafiah PPAI Ketapang Kabupaten Malang.
1. Otoritas kyai dalam kehidupan pondok pesantren.
Kyai merupakan unsur yang paling esensial dari suatu pesantren. Ia (kyai) seringkali bahkan merupakan pendiri pesantren itu sendiri. Karenanya wajar bahwa pertumbuhan suatu pesantren semata-mata bergantung kepada kemampuan pribadi kyainya. Kyai antara lain merupakan gelar yang diberikan oleh masyarakat kepada seorang ahli agama Islam yang memiliki atau menjadi pimpinan pesantren dan mengajar kitab-kitab Islam klasik kepada para santri.
Secara empiris, kyai adalah seseorang atau sejumlah orang yang menjadi tokoh sentral, pusat perhatian dan teladan serta sumber pengetahuan tentang makna hidup serta cara-cara hidup menurut tuntunan ajaran Islam.
Dalam pengertian luas, di Indonesia sebutan kyai dimaksudkan untuk para pendiri atau pemimpin sebuah pesantren muslim yang telah membaktikan hidupnya untuk Allah serta menyebarluaskan dan memperdalam ajaran-ajaran dan pandangan Islam melalui kegiatan pendidikan (Poerwadarminta, 1976; Geertz, 1981; Koentjaraningrat, 1984; Ziemek, 1986; Imran, 1992).
Para kyai berkeyakinan bahwa mereka adalah pewaris dan penerus risalah Nabi, sehingga mereka tidak hanya mengajar pengetahuan agama, tetapi juga hukum dan praktek keagamaan, sejak dari hal yang bersifat ritus sampai prilaku sehari-hari. Misi utama dari kyai adalah sebagai pengajar dakwah Islam (preacher) dengan baik. Keberadaan kyai-kyai akan lebih sempurna apabila memiliki masjid atau surau, pondok, santri dan ia ahli mengajarkan kitab-kitab Islam klasik yang biasa disebut kitab kuning (Prasodjo, 1974; Madjid, 1985).
Para santri di lingkungan Pondok Pesantran Katapang Kabupaten Malang “mengkiblatkan diri” kepada kyainya. Segala kegiatan yang dilakukan di pondok ini atas restu atau arahan dari kyai. Meraka tidak berani merubah atau membuat aturan sendiri dalam kehidupan pesantren. Kyai mengendalikan pesantren dengan segala kemampuan atau potensi yang ada pada dirinya dan para santri atau masyarakat umumnya mengakui kemampuan tersebut. Kemampuan itu antara lain kekuatan kyai yang berupa karomah, berkah, moralitas dan pengetahuan-pengetahuan keagamaan bahkan ilmu-ilmu lain yang secara logika kurang dapat dijelaskan. Identitas pesantren juga merupakan identitas kyai pengasuhnya sehingga dapat dipahami bahwa salah satu strategi yang dilakukan oleh Pondok Pesantran Katapang Kabupaten Malang dalam mempertahankan kesalafiahan adalah melalui otoritas kyai yang mewarnai dalam segala bentuk dan pola kehidupan pondok pesantren.
2. Pola rekrutmen ustadz-ustadzah sebagai pengasuh pondok pesantren.
Terkait dengan pola yang digunakan oleh pengurus atau lembaga untuk mencari pengajar atau pengasuh di lingkungan Pondok Pesantren Ketapang Kabupaten Malang dilakukan rekrutmen yakni mendapatkan sejumlah calon tenaga kerja yang kualifaid untuk pekerjaan mendidik para santri. Hal ini seperti yang dikatakan oleh Stoner (1995) The recrutment is the development of a pool of job candidates in accordance with a human resource plan. Di lingkungan Pondok Pesantren Katapang Kabupaten Malang rekrutmen ini dilakukan melalui sistem kekarabatan. Dalam pengertian bahwa ustadz dan ustadzah direkrut melalui hubungan famili yang kebetulan juga merupakan alumni dari pondok tersebut. Ustadz maupun ustadzah yang ikut membina pondok sebagian besar merupakan famili atau memiliki hubungan keluarga dari para pengasuh seniornya. Selain di rekrut dari anak-anak pengasuh senior juga dari para menantu yang dipandang sudah memiliki kemampuan untuk mengajar.
Hal ini tentunya kurang sesuai dengan prinsip dari pola manajemen modern yang mengisyaratkan bahwa dalam melakukan rekrutmen pagawai atau karyawan dan jika dalam suatu organisasi yang melakukan aktivitas pendidikan adalah guru atau ustadz melalui seleksi seperti yang dikemukakan oleh Koontz&Weihrich (1990) yang menyebutkan “selection is the process of choosing from among candidates, from within the organization or from the outside, the most suitable person for the current position or for the future positions” .
Jika dilihat dari langkah yang diambil oleh pengurus dalam rekrutmen pendidik atau pengasuh di Pondok Pesantren Katapang Kabupaten Malang dengan mengambil santri-santri yang masih memiliki hubungan keluarga dari pengasuh merupakan kebijakan yang diambil untuk melestarikan ajaran salafiah yang telah dipakai sejak berdirinya pondok tersebut walaupun hal itu kurang sesuai dengan pola rekrutmen tenaga kerja pada organisasi modern. Langkah rekrutmen yang dilakukan dibenarkan oleh para pengurus dan kyai sepuh yang memiliki hak otoritas terhadap pondok walaupun jika dicermati cukup syarat dengan nepotisme.
3. Keterlibatan alumni dalam kegiatan-kegiatan pesantren
Alumni Pondok Pesantren Katapang Kabupaten Malang tersebar di berbagai daerah baik di wilayah Malang Raya yakni Kabupaten Malang, kota Malang dan Kota Batu serta daerah-daerah lain bahkan sampai di luar pulau Jawa. Umumnya mereka sangat komitmen dengan ilmu-ilmu atau ajaran yang diterimanya di saat mondok di Pondok Pesantren Katapang Kabupaten Malang. Keadaan memegang komitmen dan patuh terhadap kyainya tersebut selanjutnya di sebut sebagai sikap taqdim.
Sebagai upaya mendukung program dan kegiatan di pondok, para alumni tersebut juga sering kali dilibatkan baik dalam kategori pengasuh maupun peserta pengajian rutin yang sedang diselenggarakan pondok. Hal ini sebagai langkah untuk tetap melestarikan nilai-nilai yang telah tertanam di saat mereka mondok sehingga menambah keyakinan akan ajaran yang diterimanya saat itu dan dapat melindungi keyakinannya dari pengaruh-pengaruh luar. Maksud lain dari kegiatan yang dilakukan dan merupakan hal terpenting bagi lembaga Pondok Pesantren Katapang Kabupaten Malang adalah tetap menanamkan dan melestarikan nilai dan budaya yang memiliki karakteristik salafiahnya. Keberadaan alumni dipandang sebagai perpanjangan tangan dari lembaga pondok dalam menyampaikan pesan-pesan moral keagamaan dan penanaman nilai kepada masyarakat dimana alumni bertempat tinggal di samping ilmu tersebut bermanfaat bagi kehidupan seorang alumni secara pribadi dan keluarga. Dengan berbekal ketaqdiman dan kepatuhan para alumni inilah lembaga pondok pesantren ketapang Kabupaten Malang melalui pengurusnya memanfaatkan untuk ikut melestarikan ajaran-ajaran yang diperoleh dari “kiblatnya” yakni sang kyai sebagai pengasuh Pondok Pesantren ketapang Kabupaten Malang tersebut.
4. Kurikulum
Pada awalnya kurikulum kebanyakan menggunakan konsep lama, yaitu kurikulum dipandang hanya sebatas kumpulan isi mata pelajaran atau daftar materi pokok yang ditawarkan kepada peserta didik dalam menyelesaikan suatu program belajar dalam satuan pendidikan tertentu. Namun dalam perkembangannya seiring dengan bergulirnya otonomi pendidikan dan sejalan dengan tuntutan perubahan, perkembangan iptek, serta tuntutan kemampuan daya saing dalam kehidupan manusia, maka pengembangan kurikulum tidak hanya dipandang sebatas deretan mata pelajaran yang harus dipelajari peserta didik, tetapi memiliki makna atau pengertian yang lebih luas, yakni apa saja yang dialami peserta didik atau segala upaya yang diprogramkan sekolah dalam membantu mengembangkan potensi-potensi peserta didik melalui pengalaman belajar yang potensial untuk mencapai visi, misi, tujuan dan hasil yang diinginkan oleh satuan pendidikan baik dilaksanakan di dalam maupun di luar lingkungan sekolah (Saylor dan Alexander, 1979 dalam Muhaimin dkk, 2008.: 6).
Dari aspek kurikulum satuan pendidikan termasuk Pondok Pesantren Ketapang Kabupaten Malang, kurikulum pondok harus dikembangkan oleh pengurus dengan berpedoman pada standar isi (SI), standar kompetensi kelulusan (SKL) dan standar kompetensi penilaian (SKP) yang dikeluarkan oleh lembaga pondok sendiri dengan berlandasakan pada prinsip-prinsip: berpusat pada potensi, pertumbuhan, kebutuhan dan kepentingan peserta didik dan lingkungan, beragam dan terpadu, tanggap terhadap perkembangan ilmu agama Islam, serta beberapa aspek secara menyeluruh dan berkesinambungan. Diantara materi ajar yang disajikan antara lain Nahwu, Fiqh, tafsir, Hadist, Ushul Fiqh, Idzoh, tarekh/Tasyri’, tauhid, Faro’idl, mantiq, Tashowwuf, Balaghoh, Aswaja, Shorof, Khoth, Risalah, Akhlaq, I’anah, Tajwid dan Hisab/’Arudl.
Berangkat dari uraian diatas, maka tugas masing-masing satuan pendidikan adalah mengembangkan kurikulum tersebut sesuai dengan karakteristik satuan pendidikan pondok salafiah yang diinginkan, berdasarkan pada standar isi, standar kompetensi kelulusan dan standar penilaian yang ada. Kurikulum yang dimaksud adalah proses perencanaan kurikulum agar menghasilkan rencana kurikulum yang luas dan spesifik. Dengan kata lain pengembangan kurikulum merupakan suatu proses perencanaan yang kompleks mulai dari penilaian kebutuhan, identifikasi hasil-hasil belajar yang diharapkan, serta persiapan pembelajaran untuk mencapai tujuan dan pemenuhan kebutuhan budaya, sosial dan personal (Hamalik, 2007). Kurikulum yang ada di Pondok Pesantren Ketapang Kabupaten Malang seperti tersebut di atas menggambarkan konsistensi terhadap nuansa salafiahnya.
Agar pengembangan kurikulum dapat terwujud secara tepat, maka pengembangan kurikulum harus mempertimbangkan penggunaan strategi-strategi yang memungkinkan kegiatan-kegiatan pengembangan kurikulum dapat berjalan sesuai dengan tujuan yang hendak dicapai. Menurut Mulyasa (2006:87), pelaksanaan kurikulum dapat dilakukan secara efektif dan efisien apabila didukung oleh sumber daya manusia yang profesional untuk mengoperasikan pembelajaran, dana pondok yang cukup untuk menggaji staf sesuai dengan fungsinya, sarana prasarana yang memadai untuk mendukung proses pembelajaran, serta dukungan yang tinggi dari masyarakat (orangtua). Untuk mewujudkan pengembangan kurikulum tersebut sedikitnya perlu diperhatikan 3 (tiga) faktor utama dalam pengembangannya yaitu: (1) Pengelompokan sekolah, (2) Pentahapan yang tepat, dan (3) Pengembangan perangkat pendukung.
Upaya pengembangan kurikulum dalam prakteknya memerlukan keterlibatan dari beberapa pihak karena keberhasilan suatu sistem, merupakan tanggung jawab bersama pada semua tahapan kurikulum, yaitu perencanaan, pengembangan, pelaksanaan, evaluasi, dan perbaikan kurikulum.
Menurut Hamalik (2007:228) pengembangan kurikulum memerlukan keterlibatan beberapa unsur-unsur SDM yang meliputi: pakar ilmu pendidikan, administrator pendidikan, guru, ilmuwan, orangtua, siswa dan tokoh masyarakat. Demikian halnya pengembangan kurikulum yang dilakukan di Pondok Pesantren Ketapang Kabupaten Malang juga memerlukan keterlibatan unsur ulama dalam hal ini adalah kyai sepuh, para pengurus pondok, pengasuh atau ustadz dan ustadzah, wali santri, dan ulama-ulama salafiah lainnya. Keterlibatan unsur-unsur tersebut sebagai upaya memperkokoh dalam pelestarian karakteristik kesalafiahan Pondok Pesantren Ketapang Kabupaten Malang.
b. Alasan-alasan Pondok Pesantren PPAI Ketapang Kepanjen Malang Mempertahankan Salafiyah
1. Ta’at, Ta’dzim pada Wasiat
Sikap paternalistik pada intinya berarti membatasi atas kebebasan seseorang atau sekelompok orang untuk melindungi dan mempromosikan kebaikan atau keunggulan mereka sendiri ( Belmont, 1971). Definisi ini merujuk pada tiga unsur paternalisme, masing-masing menjadi problematis yakni fokus batasan, bentuk dan tujuannya. Pembatasan tentang kebebasan mungkin saja mengambil bentuk tidak hanya pemaksaan fisik atau hukum, melainkan juga rintangan yang lebih halus dan canggih yang muncul dari kekuasaan yang tidak setara dalam beberapa jenis relasi. Satu pemahaman tentang yang baik dengan membatasi, lewat suatu cara-cara bertindak yang ingin dilaksanakan seseorang.
Seorang kyai dalam lingkungan pondok pesantren memiliki pengaruh yang luar biasa. Dalam pengertian seakan-akan dapat mengendalikan “hidup dan kehidupan” para santrinya. Apa yang diucapkan oleh kyai menjadi hukum bagi keberlangsungan kehidupan pondok sehingga para santri menjadi sangat patuh kepadanya. Di lingkungan Pondok Pesantren Ketapang Kabupaten Malang, pengaruh kyai sepuh yang juga menjadi pendiri pondok sangat tinggi yang mengakibatkan seluruh santri-santri sangat taqdim terhadapnya. Kepatuhan para santri dan generasi penerus dari pengelola pondok selalu mengikuti jejak dari kyai pendiri pondok tersebut. Sehingga para generasi penerus selalu berusaha untuk melestarikan kemurnian ajaran dan kegiatan yang telah dilaksanakan yakni kegiatan yang bercirikan kesalafiahannya.
Kyai dipercaya memiliki barokah sehingga mereka mempunyai kekuatan supranatural, magis atau yang lainnya (Moertono, 1968; Mas’ud, tanpa tahun). Barokah dimiliki oleh kyai sebab mereka dipandang sebagai pewaris Nabi. Seperti dikatakan oleh Dhofier (1980) bahwa kebanyakan kyai membantu timbulnya kesan public bahwa beberapa kyai adalah orang-orang yang luar biasa yang memiliki gelar supranatural karomah (dicintai oleh Allah) dan menjadikan sumber barokah (berkah Allah) bagi pengikut-pengikut mereka. Kyai memiliki standard moralitas yang lebih tinggi, jika mereka sungguh mempunyai ilmu yang lebih banyak dan hubungan khusus dengan Tuhan, mereka sebenarnya lebih moralis sehingga yang demikian akan menjadi tokoh panutan dan rujukan dalam hal falsafah kehidupan beragama.
KH. Moch. Said di lingkungan Pondok Pesantren Ketapang Kabupaten Malang merupakan figur yang menjadi rujukan dari semua sikap dan merupakan sebuah model seluruh pola pikir bagi santri-santrinya. Seakan-akan restu kyai merupakan sesuatu yang utama bagi pembenaran sikap dan tindakan yang dilakukan oleh santri. Hal ini merupakan sesuatu norma yang tidak tertulis tetapi menjadi pegangan utama bagi santri dan jika tidak mengindahkan hal tersebut berarti sebuah sikap durhaka kepada sang guru atau kyai dan berakibat kurang atau tidak membawa berkah dari ilmu yang telah ditempuhnya.
Dengan pemahaman santri atau generasi penerus di Pondok Pesantren Ketapang Kabupaten Malang yang diejawantahkan dalam bentuk sikap kepatuhan tersebut di atas yang sebenarnya merupakan sikap pembatasan diri atas kebebasanya dalam mengambil langkah memajukan pondok merupakan perwujudan sikap paternalistik dari seorang santri kepada kyainya.
2. Menjaga kemurnian nilai leluhur
Sesuatu yang diwariskan oleh pendahulu terhadap generasi penerus merupakan hal yang perlu dilestarikan baik itu benda, nilai-nilai bahkan suatu ajaran. Nilai atau ajaran yang sudah diyakini akan kebaikan maupun manfaat akan selalu dilaksanakan oleh seseorang dan dia akan cenderung akan menolak suatu pembaharuan jika pembaharuan tersebut disangka atau dinilai akan merubah keyakinan mereka. Hal demikian oleh A Roggers (1992) dikatakan sebagai laggard dimana seseorang tidak akan menerima suatu inovasi jika hal tersebut dinilai akan bertentangan atau tidak sesuai dengan nilai-nilai yang diyakininya.
Pengasuh atau para pengurus Pondok Pesantren Katapang Kabupaten Malang menerima warisan dalam bentuk pondok pesantren sekaligus dengan nilai-nilai yang diajarkan oleh kyai sebelumnya. Mereka berusaha untuk melestarikan pola pembelajaran maupun nilai-nilai yang ada dan dilaksanakan sesuai dengan pesan-pesan yang telah diterima oleh kyainya. Hal ini juga terlihat dari masih difungsikannya peraturan dan tata tertib pondok yang dibuat oleh kyai terdahulu sampai saat ini. Sebenarnya jika melihat kondisi lingkungan maupun sarana dan prasarana saat ini sangat berbeda dengan situasi dan kondisi saat peraturan dan tata tertib tersebut di buat yakni pada tanggal 1 Januari 1956. Tetapi dalam kenyataanya sampai saat ini peraturan tersebut masih dipakai dan pengasuh atau pengurus selanjutnya tidak berani untuk merubah atau membuat peraturan baru. Bahkan untuk hal lain seperti diungkapkan dalam paparan data bahwa pada beberapa bulan yang lalu pondok ini mendapatkan sumbangan dari pemerintah berupa beberapa unit komputer dengan maksud untuk difungsikan sebagai sarana belajar santri sehingga akan membuka cakrawala pengetahuan serta memberikan ketrampilan yang kelak dapat bermanfaat bagi kehidupannya setelah lulus dari pondok. Tetapi hal tersebut tidak dimanfaatkan oleh pengurus atau pengasuh bahkan melarang para santri untuk bersentuhan dengan perangkat tersebut. Mereka memberikan alasan bahwa jika para santri dikenalkan dengan perangkat komputer dikhawatirkan akan teracuni oleh pengaruh-pengaruh dari luar dan berpengaruh terhadap ajaran-ajaran yang diberikan oleh pondok.
Pengaruh kyai yang lebih luas dan pola kepemimpinanya di samping lingkup pondok pesantren adadalah lintas desa yang memungkinkan terus berhubungan dengan pihak-pihak pemerintah maupun swasta. Posisi kyai yang terhormat merupakan suatu yang melekat, karena dalam pandangan santri berikut masyarakat pengetahuan kehidupan beragama adalah penting. Kyai memenuhi sumber kebutuhan tersebut dari pengetahuan keagamaannya. Ini membuktikan bahwa peran kritis kyai lahir dari posisinya, baik sebagai pemimpin maupun pengajar agama yang seringkali disertai dengan kepemimpinan yang kharismatik (Endang. T, 2004). Di Pondok Pesantren Ketapang Kabupaten Malang, KH. Moch. Said sebagai pendiri tentunya sebelum beliau mendirikan pondok tersebut juga telah berguru atau mengaji paling tidak kepada salah satu kyai menimba ilmu dengan krakteristik kesalafiahan, selanjutnya diterapkan kembali disaat beliau mendirikan sebuah pondok di desa Ketapang tersebut. Dengan segala kemampuan ilmu keagamaannya sang kyai telah memberikan pondasi pengetahuan dan tatacara berpikir dan pola kehidupan keagamaan bagi santri maupun masyarakat sekitarnya. Dasar pemikiran dan pengetahuan yang diberikan para pendahulu selalu dipergunakan dalam melaksanakan segala kegiatan yang ada di lingkungan pondok. Dengan melaksanakan ketentuan-ketentuan para kyai pendahulu tanpa merubah walaupun keadaan situasi dan kondisi telah berubah dan berkembang sesuai perkembangan zaman merupakan upaya untuk tetap menjaga kemurnian ajaran kyai pendahulu tersebut.

KESIMPULAN
Pada bagian penutup ini diuraikan bagian terakhir dari laporan kegiatan penelitian yang dilakukan dengan memberikan kesimpulan berdasarkan data dan pembahasan yang dilakukan pada bab-bab sebelumnya serta dari kesimpulan penelitian tersebut diberikan saran-saran yang ditujukan kepada pihak-pihak yang terkait. Adapun beberapa kesimpulan yang dapat peneliti kemukakan adalah sebagai berikut :
1. Dengan segala potensi yang dimiliki oleh kyai, berupa pengetahuan dan pemahaman keagamaan, karomah dan barokah, moralitas, serta ilmu-ilmu lain yang secara logika kurang dapat dijelaskan sehingga kyai mempunyai otoritas yang tinggi dalam mengendalikan pondok pesantren.
2. Dalam rangka untuk mempertahankan kemurnian ajaran-ajaran dalam bentuk kesalafiyahan maka pola rekrutmen pengajar atau ustadz-ustadzah sebagian besar diambil dari kalangan keluarga pengasuh.
3. Alumni merupakan aset yang cukup besar bagi pesantren. Untuk mempertahankan tipe salafiyah dengan dibentuknya Ikatan Keluarga Santri (IKS) Pondok Pesantren PPAI Ketapang Kepanjen Malang sehingga antara alumni dan pondok pesantren serta kyai terjalin hubungan yang kokoh dan harmonis.
4. Kurikulum yang diterapkan di Pondok Pesantren Ketapang Kabupaten Malang memegang teguh pola tradisional yakni salafiah. Hal ini terlihat materi yang disajikan dalam pembelajarannya antara lain berkisar dalam ilmu keagamaan yakni Nahwu, Fiqh, tafsir, Hadist, Ushul Fiqh, Idzoh, tarekh/Tasyri’, tauhid, Faro’idl, mantiq, Tashowwuf, Balaghoh, Aswaja, Shorof, Khoth, Risalah, Akhlaq, I’anah, Tajwid dan Hisab/’Arudl.
5. Berdasarkan temuan-temuan di lapangan dari fenomena yang ada bahwa yang menjadi alasan-alasan pengelola pondok pesantren PPAI Ketapang Kepanjen Malang dalam mempertahankan tipe salafiyah adalah (1) Budaya paternalistik di mana KH. Moch Said sebagai pendiri pondok pesantren merupakan figur sentral yang menjadi identitas pondok itu sendiri sehingga seluruh warga pondok pesantren selalu berupaya untuk patuh dan melaksanakan fatwa yang diberikan oleh KH. Moch. Said. (2) Mempertahankan nilai dan budaya yang diajarkan oleh KH. Moch. Said serta melaksanakan wasiat pendiri.
SARAN
Terkait dengan hasil penelitian disarankan sebagai berikut :
1. Bagi pengelola pondok pesantren tipe salafiyah hendaknya perlu dipertahankan dan dikembangkan.
2. Pola rekrutmen pengajar atau ustadz-ustadzah tetap dipertahankan namun perlu ditambah rekrutmen ustadz-ustadzah yang memiliki ketrampilan khusus antara lain : tata boga, tata busana, pertukangan, elektro dan lain-lain agar santri setelah tamat dari pondok pesantren memiliki ketrampilan yang dapat dikembangkan di masyarakat dan bisa mandiri.
3. Kegiatan Ikatan Keluarga Santri (IKS) atau alumni tidak hanya masalah yang berhubungan dengan kegiatan ubudiyah namun juga perlu dikembangkan kegiatan yang berhubungan dengan dunia usaha antara lain : mendirikan koperasi, Lembaga Bimbingan Belajar Keagamaan (LBBK), Kelompok Bimbingan Ibadah Haji (KBIH) dan lain-lain.
4. Bagi dunia pendidikan khususnya pendidikan luar sekolah sebaiknya perlu mengadopsi pola pengelolaan dan sistem di pondok pesantren salafiyah.
5. Bagi pemerintah hendaknya tamatan pondok pesantren salafiyah mendapatkan pengakuan dan penghargaan yang sama dengan tamatan pendidikan formal dan non formal.






DAFTAR PUSTAKA

Ali Mukti, H.A. 1981. Beberapa Persoalan Agama Dewasa Ini. Jakarta : Rawali Pers.

Bogdan, R.C. and Biklen ,S.K 1982. Qualitative Research for Education an Introduction to Theory and Methods. London : Aslly and Bacon. Inc.

Bungin, B. 2003. Analisis Data Penelitian Kualitatif. Jakarta : PT. Raja Garafindo Persada.

Depag RI. 2002. Pola Pengembangan Pondok Pesantren.

Dhofier, Zamaksyari. 1980. Bunga Rampai Pesantren. Jakarta : LP3ES.

Faisal, Sanapiah.1990. Penelitian Kualitatif, Dasar-Dasar dan Aplikasi. YA3 : Malang.

Junus, Mahmud (1993). Al-Qur’an Al-Karim (Terjemahan). Bandung : PT. Al- Ma’arif.

La Belle 1976. Nonformal Education and Social Change in Latin America Los Angeles, UCLA. Latin American Center Publications Uniersity of California.

Mahmud H. 2002. Pola Pengembangan Pondok Pesantren. Surabaya : Departemen Agama RI Propinsi Jawa Timur.

Manfred Ziemak, 1978. Watak dan Fungsi Pesantren dalam Dinamika Pesantren : Jakarta, P3 M.

Mas’udi, M. 1988. Direktori Pesantren. Jakarta : P3M.

Mastuhu. 1994. Dinamika Sistem Pendidikan Pesantren. Jakarta: INIS.

Moleong, Lexy. J. 1996. Metodologi Pendidikan Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Jaya.

Mulyana, D. 2003. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung : Remaja Rosdakarya.

Nurdjana Putra, Suryati Sri RAY. 1995. Peranan PLS dalam Mensukseskan Pendidikan Dasar 9 Tahun, Makalah Seminar.

Rahardjo, Dawam M. ed. 1988. Pesantren dan Pembaharuan. Jakarta : LP3ES.

Soedomo, H.M. 1989. Pendidikan Luar Sekolah Kearah Pengembangan Sistem Belajar Masyarakat. Jakarta : PPLPTK-Depdikbud.

Soedomo, H.M. 1990. Peluang dan Diagonis Masalah Pendidikan; Kumpulan Pemikiran Awal. Malang: Fakultas Pascasarjana IKIP Malang.

Soedomo, H.M. 1990. Peluang dan Tantangan : Keluarga Lembaga Pendidikan di Tahun 2000, Jawa Pos, 24 February.

Soedomo, H.M. 1992. Antisipasi Ketenangan Pendidikan Luar Sekolah: Makalah Seminar dan Temu Kelogial Nasional V PLS : Yogyakarta, 16-19 January
.
Pendidikan Luar Sekolah. Bandung: Nusantara Perss.
Sunyoto, A. 1990. Ajaran Tasawuf dan Pembinaan Sikap Hidup Santri Pesantren Nurul Hag Surabaya : Studio Kasus. Tesis Tidak Dipublikasikan. Malang : FPS.
Syarif, M. 1983. Administrasi Pesantren. Jakarta : Payu Barkah.
Syis, Z.A. et. Al. 1984. Standarisasi Pengajaran Agama di Pondok Pesantren. Jakarta : Dirjen Bimbingan Islam Departemen Agama Republik Indonesia.
Tacub, H.M. 1985. Pondok Pesantren dan Pembangunan Masyarakat Desa. Bandung : Angkasa.
Tholkhah, I. 1987. Profil Lembaga Pendidikan Penyiapan Ulama, Pesantren 2 (4), 68—79.
Undang-Undang No. 2 Tahun 1989, Tentang Sistem Pendidikan Nasional, Jakarta.
Undang-Undang Nomor 20 tahun 2003, Tentang Sistem pendidikan Nasional, Jakarta.
Untari Ratna dkk, 2002. Pengembangan Metodologi Pembelajaran di Salafiyah. Jakarta : Departemen Agama RI.
Wahid, A. 1984. Bunga Rampai Pesantren, Jakarta : Dharma.
Zubaidi, Mahmud. 1999. Peranan Pesantren dalam Meningkatkan SDM, Makalah
Seminar Pondok Pesantren se-Kab Malang. Malang 19 Desember 1999.